25 Januari 2025

 

 

 

Tradisi puluran merupakan warisan turun temurun yang sudah ada dan diterapkan sejak dulu di Desa Poko.

Puluran adalah sebutan akrab untuk makanan yang diberikan setelah sholat tarawih. Tradisi ini dulunya dimaksudkan untuk bersedekah kepada para jamaah sholat tarawih dan jamaah tadarus Al-Quran. Makanan atau jajanan yang disajikan pun cukup unik, mulai dari jajanan hasil bumi sampai dengan jajanan pasar.
Namun seiring berjalannya waktu, tradisi puluran dilaksanakan dengan cara dijadwalkan per rumah, sesuai dengan jamaah yang hadir di mushola atau masjid setempat. Masjid Baiturohim di Wilayah lingkungan Lorbeji Dukuh Jati RT 02 RW 03 misalnya. Para jamaah masjid dijadwalkan untuk membawa puluran seikhlasnya sesuai dengan hari yang ditentukan.
Jamaah masjid baiturohim didominasi oleh masyarakat RT 02 Rw 03 dukuh Jati. Namun ada beberapa tambahan jamaah dari RT 03 RW 01, karena lebih dekat dan masih dalam satu lingkup lingkungan kenduri atau yasinan. Setidaknya ada sekitar 45 rumah, dan untuk setiap harinya dijadwalkan 2 rumah untuk membawa puluran secara bergantian.

JIka dilihat dari nilai positifnya, tradisi puluran tentu saja memiliki kearifan tersendiri, misalnya nilai toleransi. Bagaimana tidak? menu puluran yang dibawa tidak diwajibkan, melainkan sesuai dengan kemampuan masing-masing jamaah. Belum lagi dengan adanya puluran juga menjadi motifasi atau dorongan bagi masyarakat untuk datang ke tempat ibadah.
Adanya tradisi puluran juga bisa membuat para jamaah lebih gayeng saat ngobrol selepas sholat tarawih. Bahkan puluran juga bisa dijadikan sebagai buah tangan, terutama untuk para jamaah yang ada dirumah, dalam arti tidak bisa hadir karena suatu halangan.


Penulis : Mohammad Filanu Andi Pratama

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *